M11_Latihan Soal

 Pilihan Ganda

  1. Dampak lingkungan menurut UU No. 32 Tahun 2009
    (b) Perubahan lingkungan fisik, biologis, sosial, ekonomi, dan budaya akibat aktivitas proyek

  2. Dokumen untuk proyek berdampak lingkungan signifikan
    (b) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

  3. Fungsi utama EIA
    (b) Memandu pengambilan keputusan untuk meminimalkan dampak lingkungan

  4. Dampak lingkungan positif
    (b) Peningkatan kualitas air melalui sistem pengolahan limbah

  5. Tahapan awal EIA
    (b) Screening

  6. Metode identifikasi dampak lingkungan
    (b) Matriks Leopold

  7. Fokus utama prinsip 3R
    (a) Reduce, Reuse, Recycle

  8. Standar internasional manajemen lingkungan
    (b) ISO 14001

  9. Dampak lingkungan bersifat sementara
    (b) Dampak yang dapat dipulihkan setelah proyek selesai

  10. Tujuan pendekatan berbasis ekosistem
    (b) Melindungi biodiversitas dan jasa ekosistem

  11. Tantangan dalam penerapan AMDAL di Indonesia
    (b) Kurangnya kapasitas teknis penyusun dokumen

  12. Strategi mitigasi dampak lingkungan
    (b) Pemasangan filter udara untuk mengurangi emisi

  13. Fungsi AHP dalam EIA
    (b) Memprioritaskan dampak lingkungan berdasarkan signifikansi

  14. Tujuan konsultasi publik dalam EIA
    (b) Meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat

  15. Teknologi hijau dalam pengelolaan dampak
    (b) Pemanfaatan panel surya untuk energi terbarukan

  16. Dampak lingkungan berskala global
    (b) Emisi karbon yang berkontribusi pada perubahan iklim

  17. Fungsi Lifecycle Assessment (LCA)
    (a) Mengevaluasi dampak lingkungan teknologi dari produksi hingga pembuangan

  18. Indikator kinerja lingkungan
    (b) Pengurangan emisi karbon

  19. Pentingnya keterlibatan komunitas dalam EIA
    (b) Untuk mengurangi konflik sosial dan meningkatkan legitimasi proyek

  20. Kelemahan umum AMDAL di Indonesia
    (b) Bias dalam scoping akibat tekanan pengembang


Essai
  1. Dampak lingkungan positif adalah perubahan pada lingkungan yang memberikan manfaat bagi manusia atau ekosistem, seperti peningkatan aksesibilitas, pertumbuhan ekonomi lokal, dan penurunan emisi melalui efisiensi. Sebaliknya, dampak lingkungan negatif adalah perubahan yang menimbulkan kerugian, baik secara ekologis, sosial, maupun kesehatan, seperti polusi udara, kerusakan habitat, atau peningkatan kebisingan. Dalam konteks proyek pembangunan jalan tol, dampak positifnya adalah meningkatnya konektivitas antarwilayah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menurunkan waktu tempuh transportasi. Sebaliknya, dampak negatifnya bisa berupa deforestasi dan gangguan terhadap habitat satwa liar yang terpotong oleh jalur tol, serta peningkatan polusi udara selama proses konstruksi.

  2. Analisis dampak lingkungan (EIA) dianggap sebagai alat strategis karena menyediakan dasar ilmiah dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola potensi dampak lingkungan sebelum proyek dilaksanakan. EIA membantu pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan secara terpadu bersama dengan aspek teknis dan ekonomi. Misalnya, dalam proyek pembangunan jalan tol yang melintasi wilayah hutan lindung, hasil EIA dapat menunjukkan bahwa jalur yang direncanakan akan merusak keanekaragaman hayati yang kritis. Berdasarkan hasil tersebut, desain proyek bisa diubah untuk memindahkan trase jalan, atau menambahkan terowongan satwa dan jembatan hijau sebagai langkah mitigasi.

  3. Tahapan-tahapan dalam proses EIA meliputi screening, scoping, penyusunan dokumen analisis, konsultasi publik, penilaian oleh komisi penilai AMDAL, dan pemantauan pascapelaksanaan. Screening menentukan apakah proyek membutuhkan EIA. Scoping mengidentifikasi isu-isu utama dan batasan studi. Tahap analisis mencakup kajian dampak fisik, biotik, dan sosial. Konsultasi publik melibatkan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kekhawatiran. Penilaian oleh komisi memastikan kualitas dan kelengkapan dokumen. Terakhir, pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa langkah mitigasi diterapkan sesuai rencana. Setiap tahapan memberikan kontribusi terhadap pengelolaan dampak lingkungan melalui identifikasi risiko dini, pencegahan, serta peningkatan partisipasi dan akuntabilitas.

  4. Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam proyek konstruksi dapat diterapkan untuk meminimalkan limbah dan menekan tekanan terhadap sumber daya alam. Reduce dilakukan dengan merancang bangunan yang efisien dalam penggunaan material dan energi, seperti menggunakan teknologi precast untuk mengurangi sisa potongan material. Reuse bisa dilakukan dengan memanfaatkan kembali kayu bekisting atau logam dari proyek sebelumnya. Recycle mencakup penggunaan material daur ulang seperti beton daur ulang atau aspal bekas. Penerapan 3R tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menekan biaya dan meningkatkan efisiensi proyek secara keseluruhan.

  5. Teknologi hijau berperan penting dalam mengurangi dampak negatif proyek terhadap lingkungan dan mendorong keberlanjutan. Salah satu contohnya adalah penggunaan panel surya di area proyek untuk menyuplai energi listrik secara bersih. Teknologi ini mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan menurunkan emisi karbon. Contoh lain adalah penggunaan sistem pengolahan limbah air yang ramah lingkungan (seperti constructed wetlands) yang dapat mengolah limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Dampaknya adalah kualitas air buangan meningkat dan ekosistem sekitar tetap terjaga. Kedua teknologi ini memperkuat posisi proyek dalam hal keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi.

  6. Pendekatan berbasis ekosistem dalam proyek di daerah aliran sungai (DAS) menekankan pengelolaan lingkungan secara menyeluruh berdasarkan fungsi ekosistem. Pendekatan ini mempertimbangkan keterkaitan antara hulu, tengah, dan hilir DAS, serta antara aktivitas manusia dan kondisi alami. Misalnya, dalam pembangunan bendungan atau irigasi, pendekatan ini akan menilai dampaknya terhadap sedimentasi, aliran air, dan keanekaragaman hayati. Pengelolaan yang diterapkan dapat mencakup konservasi vegetasi penyangga, rehabilitasi lahan kritis di hulu, dan pengaturan debit minimum ekologis di hilir. Pendekatan ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan fungsi lingkungan.

  7. Tantangan utama dalam penerapan AMDAL di Indonesia meliputi kurangnya kapasitas teknis penyusun dokumen, lemahnya pengawasan implementasi, dan intervensi dari pihak berkepentingan yang dapat menurunkan kualitas kajian. Selain itu, keterlibatan masyarakat seringkali bersifat formalitas, bukan partisipatif. Solusi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain adalah peningkatan kapasitas teknis melalui pelatihan bersertifikasi bagi penyusun AMDAL, penegakan hukum terhadap pelanggaran implementasi AMDAL, serta kewajiban untuk melibatkan masyarakat secara substantif dan terdokumentasi. Pemerintah juga perlu menyediakan sistem digital untuk transparansi proses dan hasil AMDAL.

  8. Keterlibatan komunitas dapat meningkatkan efektivitas EIA dengan memastikan bahwa perspektif lokal, termasuk potensi dampak sosial dan budaya, terakomodasi dalam perencanaan proyek. Partisipasi komunitas membantu identifikasi dampak secara lebih akurat dan menciptakan rasa memiliki terhadap proyek. Namun, potensi konflik bisa muncul jika ada ketimpangan informasi, ekspektasi yang tidak realistis, atau jika komunitas merasa diabaikan. Untuk mengelolanya, perlu ada forum konsultasi terbuka, fasilitator netral, serta mekanisme keluhan yang responsif. Pendekatan partisipatif yang transparan dan inklusif sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang proyek.

  9. Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan dalam EIA untuk mengevaluasi dan memprioritaskan berbagai dampak lingkungan berdasarkan tingkat kepentingan dan signifikansinya. Metode ini membantu pengambil keputusan membandingkan berbagai aspek secara sistematis, misalnya antara dampak terhadap kualitas udara, biodiversitas, dan sosial ekonomi. Setiap dampak diberikan bobot berdasarkan konsensus ahli atau stakeholder, kemudian dikalkulasi untuk menentukan dampak mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih besar dalam mitigasi. AHP sangat berguna dalam situasi kompleks dengan banyak variabel dan kepentingan yang harus diseimbangkan.

  10. Indikator kinerja lingkungan sangat penting dalam pemantauan proyek karena menjadi tolok ukur efektivitas implementasi langkah-langkah mitigasi dan kepatuhan terhadap peraturan. Indikator ini juga membantu manajemen proyek melakukan koreksi jika terjadi penyimpangan. Untuk proyek pembangunan bendungan, indikator yang relevan antara lain adalah tingkat kekeruhan air di hilir, volume limbah konstruksi yang dikelola dengan baik, jumlah vegetasi yang direstorasi, serta frekuensi gangguan terhadap habitat satwa. Dengan pemantauan berkala terhadap indikator tersebut, proyek dapat dikelola secara adaptif dan akuntabel terhadap lingkungan.


Studi Kasus: Proyek Pembangunan Kawasan Industri

Proyek pembangunan kawasan industri di dekat hutan mangrove berpotensi menimbulkan berbagai dampak lingkungan negatif yang signifikan. Tiga dampak utama yang dapat diidentifikasi adalah hilangnya habitat mangrove, polusi air akibat limbah industri, dan gangguan terhadap komunitas nelayan lokal. Hilangnya habitat mangrove sangat signifikan karena mangrove berperan penting dalam menjaga ekosistem pesisir, mencegah abrasi, menjadi tempat hidup berbagai spesies laut, serta berfungsi sebagai penyerap karbon alami. Kehilangan ekosistem ini akan berdampak jangka panjang terhadap keseimbangan lingkungan dan keanekaragaman hayati. Polusi air dari limbah industri juga merupakan dampak serius yang dapat merusak kualitas air laut dan pesisir. Jika limbah industri tidak diolah dengan baik, bahan kimia dan zat berbahaya dapat mencemari lingkungan, memengaruhi rantai makanan, dan membahayakan kesehatan manusia serta makhluk hidup lain. Gangguan terhadap komunitas nelayan lokal terjadi karena pembangunan kawasan industri bisa mengurangi akses nelayan terhadap wilayah tangkap mereka, menyebabkan turunnya hasil tangkapan, dan menimbulkan ketegangan sosial akibat perubahan sosial-ekonomi yang mendadak.

Untuk mengurangi dampak-dampak tersebut, diperlukan strategi mitigasi yang terencana. Untuk mengatasi hilangnya habitat mangrove, pembangunan kawasan industri sebaiknya tidak dilakukan di zona yang memiliki kepadatan ekosistem mangrove tinggi. Jika konversi lahan tidak dapat dihindari, maka perlu dilakukan reboisasi mangrove di area lain sebagai kompensasi ekologis dan upaya pemulihan. Polusi air dapat diminimalisasi dengan membangun instalasi pengolahan limbah cair yang efektif dan memastikan bahwa air limbah yang dibuang ke lingkungan telah memenuhi baku mutu. Perusahaan juga perlu menjalankan sistem pemantauan kualitas air secara berkala untuk menjaga transparansi dan kepatuhan terhadap standar lingkungan. Sementara itu, untuk mengurangi gangguan terhadap nelayan, perlu dilakukan pemetaan wilayah tangkap tradisional dan memastikan bahwa jalur akses mereka ke laut tidak terganggu. Selain itu, program pemberdayaan seperti pelatihan keterampilan alternatif, kompensasi yang adil, serta keterlibatan mereka dalam program lingkungan proyek dapat mengurangi dampak sosial secara signifikan.

Keterlibatan komunitas nelayan sebaiknya dilakukan sejak tahap awal proses EIA, khususnya saat penentuan ruang lingkup kajian dampak. Partisipasi aktif masyarakat nelayan penting untuk menggali informasi lokal yang tidak dapat diperoleh melalui data sekunder, seperti pola tangkap, musim melaut, dan nilai budaya terhadap laut. Perusahaan harus mengadakan pertemuan konsultatif yang terbuka dan inklusif, di mana aspirasi dan kekhawatiran masyarakat bisa disampaikan dengan bebas. Selain itu, nelayan juga dapat dilibatkan dalam proses pemantauan pasca-proyek untuk memastikan bahwa langkah mitigasi benar-benar dijalankan. Dengan keterlibatan yang bermakna, tidak hanya konflik sosial dapat ditekan, tetapi juga legitimasi proyek akan meningkat karena masyarakat merasa didengar dan dianggap sebagai bagian penting dari proses pengambilan keputusan.

Komentar

Postingan Populer